Wednesday, August 26, 2015

Serem, Ada Bangunan Kuno Tinggalan Jaman Belanda di Lereng Merapi


BANDARCAPSA - Terletak di Lereng Gunung Merapi, tepatnya di objek wisata Kaliurang, berdiri sebuah bangunan kuno, bahkan tampak angker.

Dilihat dari luar, bangunan ini memang terkesan menyeramkan, lantainya mulai dipenuhi debu dan daun yang berjatuhan, beberapa bagian temboknya yang retak, tampak dirambati pepohonan liar.

Salah satu bangunan villa lainnya yang ada di Kaliurang. Di depannya tertulis Djembranasari (TRIBUNJOGJA.com)
Ya, Pesanggrahan Sarjanawiyata Tamansiswa, nama lengkap dari bangunan kuno tersebut.
Sebuah bangunan yang belakangan mulai ramai diposting dan dipergunjingkan para netizen di instagram.
"Nggak tahu juga ini bangunan apa, kita cuma tahu tempat ini dari instagram," tutur wisatawan muda-mudi yang sedang asyik berfoto ria di depan bangunan tersebut.
Sekilas, nama pesanggrahan tersebut, mirip dengan salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta.
entu bukan kebetulan semata, kemiripan, atau bahkan kesamaan nama tersebut karena memang keduanya memiliki benang merah sejarah yang berkesinambungan.
Tepat di sebelah selatan pintu masuk menuju Gua Jepang (salah satu objek wisata di Kaliurang), pesanggrahan tersebut saat ini mulai ditumbuhi rumput-rumput dan pepohonan liar yang cukup tinggi.

Bangunan tua lainnya yang ada di Kaliurang (TRIBUNJOGJA.com)
Bahkan, jika hanya sekadar lewat saja, mungkin, pesanggrahan ini akan luput dari pengamatan kita.
Seperti yang dikisahkan Sukisman, penjaga bangunan tersebut, Pesanggrahan Sarjanawiyata Tamansiswa itu merupakan bangunan peninggalan Belanda.
Jadi, terbayang sudah, betapa uzurnya usia bangunan tersebut.
"Pesanggrahan ini bangunan asli peninggalan Belanda. Setelah Belanda menyerah, tanah dari pesanggrahan ini menjadi milik kerajaan Ngayogyakarta," ungkap Sukisman.
Sukisman sendiri sudah lima tahun terakhir menjadi 'juru kunci' Pesanggrahan Sarjanawiyata Tamansiswa.
Beliau meneruskan tugas ayahandanya yang telah berpulang. Sukisman, yang merupakan pensiunan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman, juga memiliki sebuah warung makan, tepat disamping pesanggrahan tersebut.
Kembali dikisahkan oleh Sukisman, sebagai tanah milik kerajaan, atau sering disebut sultan ground, yayasan hanya mendapat hak sebagai pemilik bangunan saja, bukan pemilik tanah.
Awalnya, Pesanggrahan Sarjanawiyata Tamansiswa ini digunakan sebagai tempat berkumpul untuk para mahasiswa Universitas Sarjanawiyata.
Dilihat dari tempatnya yang jauh dari kota, pesanggrahan ini tentu sangat cocok menjadi tempat diskusi yang khusyuk untuk para mahasiswa.
Namun, selepas erupsi yang melanda Gunung Merapi pada 1994, beberapa bagian dari pesanggrahan ini mengalami kerusakan.
"Sudah sejak erupsi Merapi 1994, bangunan ini tak lagi dipakai dan tak juga diperbaiki oleh pihak yayasan," kisah pria yang akrab disapa Pak Kisman ini.
Kesan mistis memang muncul saat foto-foto pesanggrahan ini tersebar di media sosial. Saat disinggung mengenai pengalaman mistisnya, Sukisman dengan santai menanggapi.
"Sejauh ini nggak ada apa-apa, saya nggak pernah diganggu, wong yang tunggu sudah berteman dengan saya," ungkap Sukisman, yang diakhiri dengan gelak tawanya.
Satu hal yang patut disayangkan, bangunan kuno nan cantik di lereng Gunung Merapi ini tak lagi dipergunakan dan dibiarkan mendapat keroyokan semak belukar.
Dari bentuk bangunannya yang sangat klasik dan bernuansa Eropa, sudah selayaknya Pesanggrahan Sarjanawiyata Tamansiswa ini bisa kembali dimanfaatkan dan tak lagi mendapatkan predikat angker.
 Praktis, hingga sekarang, pesanggrahan dengan sejarah panjang ini hanya sekadar tampak berdiri kokoh, menjadi pelengkap bagi sejuta misteri di Lereng Merapi.


Serem, Ada Bangunan Kuno Tinggalan Jaman Belanda di Lereng Merapi

Monday, August 17, 2015

Borobudur Akan Jadi Ikon Wisata Joglosemar

 

www.meja13.com 
 Kementerian Pariwisata berupaya menggali jalur-jalur lama yang potensial terkait potensi wisata di tiga daerah, Jogja (Yogyakarta), Solo, dan Semarang (Joglosemar). Tiga daerah itu dianggap mempunyai potensi besar untuk menarik wisatawan domestik maupun mancanegara. 

“Kemarin disepakati namanya Joglosemar, dengan ikon terbesar diBorobudur (Magelang). Target wisatawan dari Jawa Tengah dari jalur itu nanti dua juta wisatawan,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya seusai menghadiri perayaan kedatangan Laksamana Ceng Ho di Semarang, Kamis (13/8/2015). 

Beragam potensi wisata yang ada di tiga daerah itu nantinya bisa membawa wisatawan asing masuk. Di Kota Semarang misalnya, dengan terus dipopulerkannya jalur Samudera Ceng Ho, akan menambah wisatawan dari Tiongkok berkunjung ke Semarang. Jalur yang biasa dilalui yakni melalui Yogyakarta. 

Arief menambahkan, Kota Semarang diharapkan untuk terus berbenah menghadapi serbuan turis asing yang masuk, terutama dari Tiongkok. Hal tersebut bisa dimulai dari hal kesenian, kuliner, fashion, dan berbagai hal lainnya. 

“Kami berharap besar dari Semarang ini, karena kebudayaan Tionghoa masih banyak di sini. Bahkan, nama tempat itu masih ada (banyak) di Semarang, dan itu yang harus dipromosikan,” ujarnya lagi. 

Arief mengakui jika saat ini masih kurang wisatawan yang masuk dikarenakan langkah promosi yang tidak berjalan baik. Ia yakin jika promosi dilakukan secara tepat, akan mengundang wisatawan untuk melancong ke Semarang. 

Terkait jalur sutera yang dibangun, akan dipromosikan secara intensif. Sepuluh kota di Indonesia akan dibangun pelayaran. Jalur stera yang dipromosikan mulai dari Babel (Bangka Belitung), Palembang, Jakarta, Cirebon, Semarang, Tuban, Surabaya, hingga Bali. 

“Jalur itu sudah selesai, jalur yang dilewati Ceng Ho tahun 1405 sampai 1433. Jalur itu sudah dilalui 600 tahun lalu sejak pertama kali datang ke Indonsia tahun 1405,” imbuhnya. 

Kepala Dinas Pariwisata Jateng Prasetyo Ariwibowo mengungkapkan, sinergi Jogya-Solo-Semarang tidak bisa lagi berdiri sendiri. Ketiganya harus dikoordinasikan, tidak dengan saling bersaing. 

“Tapi harus bersinergi. Akses besar datang dari Jogja. Pak Menteri (Arief Yahya) sudah menyepakati,” timpalnya.